Menurut sejarah, makam Imogiri sebenarnya bagian dari bangunan keraton Kasultanan. Makam para raja ini terletak di atas perbukitan. Setelah kerajaan Mataram Islam mengalami perpecahan dan terbagi menjadi 2 yaitu Kasunanan yang terletak di Surakarta dan Kasultanan yang berada di Yogyakarta, maka makam Imogiri pun juga terpecah menjadi 2 bagian. Untuk bagian sebelah barat digunakan sebagai tempat pemakaman bagi para raja-raja yang berasal dari Kasunanan Surakarta, sedangkan untuk bagian timur digunakan sebagai tempat pemakaman para raja yang berasal dari Kasultanan Yogyakarta.
Makam
Imogiri Jogja merupakan kuburan bagi Raja-raja Mataram yang terletak di
desa Ginirejo, Imogiri, Yogyakarta. Menjadi bagian sejarah dan warisan
yang sangat berharga bagi masyarakat Jogja dan Indonesia
Komplek pemakaman ini di dirancang dengan perpaduan akulturasi antara Hindu dan Jawa, oleh seorang arsitek yang bernama KRT Tjitrokusumo dari Jepara. Para peziarah yang berkunjung ke makam ini akan di dampingi oleh juru kunci makam, selain itu ada beberapa peraturan dan larangan yang harus dipatuhi para peziarah selama berada di pemakaman ini seperti para peziarah diharuskan menggunakan pakaian budaya adat Jawa (untuk wanita disarankan memakai kemben atau minimal pakai baju batik, sedangakn untuk para pria harus memakai jarik dan tidak boleh menggunakan alas kaki).
Selain itu ada beberapa cerita masyarakat lokal tentang pantangan selama berada di tempat ini, konon katanya dilarang menggunakan perhiasan, terutama perhiasan emas, dilarang mengambil gambar atau memotret makam Sultan Agung. Pada salah satu tangga yang menuju ke makam, terdapat sebuah nisan yang dengan sengaja di buat menjadi tangga supaya dapat di injak oleh para peziarah yang datang. Nisan tersebut merupakan nisan dari makam Tumenggung Endranata yang di anggap telah berkhianat kepada kerajaan Mataram Islam, namun ada versi lain yang mengatakan bila nisan tersebut adalah makam dari Gubernur Jendral Belanda yang bernama JP Coen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar