Jumat, 06 Mei 2016

Peran Mahasiswa PAI dalam Pendidikan

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikma dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S. Al-Nahl [16]: 125)
Kebangkitan suatu peradaban manusia dimanapun tempatnya dan kapanpun waktunya tidak dapat terlepas dari peran pemuda di dalamnya. Dalam sejarah berbagai peradaban, tidak bisa dipungkiri pemuda merupakan rahasia kebangkitan yang mengibarkan panji-panji kemenangannya. Maka peradaban Indonesia akan kembali bangkit dengan pemuda sebagai tonggak kebangkitannya. Allahuakbar!
Mahasiswa adalah bagian dari pemuda yang memiliki ciri khas tersendiri. Sejarah mencatat peran-peran signifikan dari pergerakan mahasiswa Indonesia dalam momentum-momentum besar yang terjadi di negeri ini. Dari zaman perjuangan kemerdekaan hingga era reformasi saat ini mahasiswa memegang peranan penting bersama pergerakannya yang tak kenal henti.
Mahasiswa, pemuda atau generasi muda bagi masyarakat adalah harapan dan tumpuan yang menjadi pilar kebangkitan umat. Dalam setiap kebangkitan, pemuda adalah rahasia kekuatannya, mahasiswa merupakan pengibar panji-panji kebenaran dan oposan kebathilan. Beranjak dari ayat diatas, sesungguhnya sangat banyak kewajiban mahasiswa sebagai sekelompok orang-orang terdidik untuk memikul amanat berat yang ada dipundak mereka. Mereka harus berpikir panjang, banyak beramal, bijak dalam menentukan sikap, menjadi penyelamat kebenaran, dan menunaikan hak-hak umat dengan sebaik mungkin.
Menurut Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya “Perubahan Sosial”, mahasiswa sebagai salah satu elemen reformasi adalah the one and only efficient opposant in the world (satu-satunya pengemban amanah oposan yang paling efisien didunia) dalam mengawal perubahan sosial kearah yang lebih baik. Mahasiswa dengan keyakinan kuatnya punya keikhlasan dan idealisme dalam berjuang, semangat untuk merealisasikannya serta punya kesiapan untuk beramal dan berkorban untuk mewujudkannya.
Dalam kenyataannya, ada mahasiswa yang tumbuh dalam situasi bangsa yang dingin dan tenang, dimana kekuasaan telah tertanam kuat dan kemakmuran telah dirasakan oleh warganya. Sehingga mereka yang tumbuh dalam kondisi seperti ini aktifitasnya lebih tertuju kepada egoisme diri sendiri daripada untuk umatnya. Kemudian pada akhirnya tipe seperti ini cenderung main-main dan pasif terhadap dinamika sosial yang ada disekitarnya karena kondisi yang demikian.
Disisi lain, ada juga mahasiswa yang tumbuh dalam situasi bangsa yang keras dan selalu dalam pergolakan, dimana bangsa itu berjuang untuk mengembalikan hak-hak umat yang dirampas, kemerdekaannya yang terancam, tanah air yang terjajah, serta kemuliaan dan keagungan yang hilang. Dalam kondisi seperti itulah kewajiban mendasar dalam diri mahasiswa akan spontan berbuat demi bangsanya daripada melayani kepentingannya sendiri.
Posisi mahasiswa sebagai pengusung nilai-nilai moral dalam konteks kebangsaan menjadi sangat strategis dan menarik untuk dikaji. Dalam percepatan bergulirnya kehidupan, mahasiswa menjadi potensi terpendam dalam merespon setiap perkembangan yang berkaitan dengan kemaslahatan umat. Dalam kilasan sejarah, baik pada scope nasional, regional dan internasional urgensi dan daya dobrak yang luar biasa dari mahasiswa sudah menjadi bukti yang cukup membuat orang-orang yang meremehkan potensi mahasiswa akan berpikir beberapa kali sebelum melakukan tindakan konfrontasi dengan mereka
Terlepas dari fakta sejarah diatas, yang pasti setiap kurun waktu menuntut peran yang berbeda dari mahasiswa. Setiap masa ada pahlawan (pejuangnya) masing-masing. Likulli Marhalatin Rijaluha. Mereka adalah anak zaman yang senantiasa mampu menyesuaikan peran yang harus diembannya, bahkan peran yang sulit sekalipun.
Pelajar dan mahasiswa adalah generasi terdepan umatnya. Sedangkan pemuda dan mahasiswa yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya adalah mereka yang berpegang teguh pada nilai-nilai rabbani dan ikhlas demi kejayaan umatnya merekalah harapan yang paling memungkinkan untuk mengemban amanah generasi dimasa depan.
Kekuatan pemuda dan mahasiswa (amal thullaby) adalah mereka senantiasa berada di garis terdepan dalam perjuangan dan mampu terlibat (mobile) dalam segala sektor. Selain itu, mereka juga lebih objektif, dinamis, berpikir positif, selalu bekerja, keterbukaan, tarbiyah (pendidikan), prioritas, akhlaqul karimah, syura bukan diktator, pria dan wanita, penuh perhatian terhadap problema umat dan bersifat internasional (‘alamiyyah).
Di era globalisasi, dimana batas-batas geografis semakin tidak berdaya, mahasiswa dihadapan pada perkembangan mutakhir teknologi informasi yang semakin cepat, mereka dituntut untuk lebih siap dan punya kompetensi, integritas sebagai pemegang tongkat estafet perjalanan bangsa tanpa keluar dari khittah perjuangannya sebagai seorang muslim. Mereka harus membuktikan bahwa mereka bisa menjadi “magnet” dan eksemplifikasi kebaikan bagi orang lain. Indonesia, khususnya Aceh, dengan jumlah penduduk muslim yang mayoritas dan terbanyak didunia diharapkan dengan adanya pemberlakuan syariat Islam yang bisa diterapkan secara total, legal dan formal. Mahasiswa sangat diharapkan dapat menjadi profil dan sosok yang akan dijadikan contoh bagi masyarakat baik dalam kapasitas moral maupun intelektual yang melekat padanya. Mereka harus menjadi artikulator, dinamisator dan fasilitator bagi penyelesaian konflik, ishlahul ummah secara integral dan komprehensif bersama elemen masyarakat lainnya dengan bingkai semangat “revivalisasi” dari nilai-nilai Al-Quran dan Hadist.
Memasuki abad 21 hidup manusia termasuk manusia yang mempunyai predikat mahasiswa menghadapi tantangan yang lebih besar. Salah satunya ditunjukan dengan pesatnya perkembangan teknologi komunikasi yang mengakibatkan melimpahnya informasi yang tidak terbendung, apalagi sejak era keterbukaan di Indonesia. Pada era Post Industri ini segala macam informasi akan segera melimpah ke hadapan kita, sehingga sangat memungkinkan informasi-informasi yang sifatnya merusak akan segera kita cerna. Aksi-aksi yang selalu dilakukan oleh mahasiswa sebagai media kontrol terhadap pemerintah bukan sarana yang efektif lagi dalam hal ini, sebab informasi-informasi tersebut sedikit banyak bukan datang dari pemerintah, tetapi datang dari dunia luar kita. Era Post Industri menyebabkan ruang gerak dunia menjadi sempit, pepatah “dunia tak selebar daun kelor” sudah tidak berlaku lagi. Meminjam istilah Patricia aburdin Kini Dunia Ibarat Global village - Desa Global, karena secara geografis tidak ada lagi batas wilayah dari penerimaan informasi. Bahkan meminjam istilah Samuel P. Hutington dunia kita sudah menganut peradaban universal, di mana karena adanya sistem informasi yang tidak terbatas, dunia kita selalu dimasuki dunia luar, kita tidak punya identitas yang jelas, tidak punya identitas lokal Indonesia, sehingga menganut sistem budaya yang sama dengan dunia luar kita-Barat.
Beberapa ciri dan akibat yang jelas dalam masyarakt post industri adalah apa yang kita dapat lihat pada masyarakat Eropa dan Amerika
  1. Sekularisme. Tiadanya nilai keagamaan merupakan ciri masyarakat post industri (industi lanjut dalam istilah kuntowijoyo). Nilai yang dipegang secara individual yang tidak menghambat perkembangan individual akan terus dipegang, tetapi nilai yang dianggap menghambat akan dibuang.
  2. Spiritualisme. Orang masih menerima spiritualisme, tapi menolak agama formal. Konsep manusia tentang “Tuhan” bukanlah “Tuhan yang maha melihat, tetapi semacam kesadaran kosmis.
  3. Intelektualisme. Ilmu dan teknologi menggantikan agama sebagai petunjuk.
  4. Demokrasi. Trend ke arah demokrasi akan menjadi umum dalam masyarakat industri lanjut.
  5. Modernisme lanjut. Ciriunya adalah meragukan segalanya. Ditolaknya kerangka besar. Ini berarti agam yang merupakan kerangka besar akan ditolak.
  6. Pundamentalisme. Munculnya gerakan yang bertolak belakang dengan keharusan sejarah. Anti Industri, anti kemapanan, anti duniawi dan ekslusif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar